Selasa, 27 Oktober 2009

MEMIMPIN DENGAN HATI

Persoalan yang sering muncul dalam sebuah usaha adalah perpindahan karyawan. Tidak urung kadang kala pindahnya seorang karyawan apalagi jika karyawan berbakat sedikit banyak akan menimbulkan goncangan di perusahaan atau komunitas tersebut. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah Mengapa karyawan berbakat ini pergi walaupun gajinya besar? Jawabannya terletak pada salah satu penelitian terbesar yang dilakukan oleh Gallup Organization. Penelitian ini mensurvei lebih dari satu juta karyawan dan delapan puluh ribu manajer, lalu dipublikasikan dalam sebuah buku berjudul First Break All the Rules. Penemuannya adalah sebagai berikut: Jika orang-orang yang bagus meninggalkan perusahaan, lihatlah atasan langsung/tertinggi di departemen mereka. Lebih dari alasan apapun, dia adalah alasan orang bertahan dan berkembang dalam organisasi. Dan dia adalah alasan mengapa mereka berhenti, membawa pengetahuan, pengalaman, dan relasi bersama mereka. Biasanya langsung ke pesaing. Orang meninggalkan manajer/direktur anda, bukan perusahaan, tulis Marcus Buckingham dan Curt Hoffman penulis buku First Break All the Rules. Pakar SDM menyatakan bahwa dari semua bentuk tekanan, karyawan menganggap penghinaan di depan umum adalah hal yang paling tidak bisa diterima. Pada kesempatan pertama, seorang karyawan mungkin tidak pergi, tetapi pikiran untuk melakukannya telah tertanam. Pada saat yang kedua, pikiran itu diperkuat. Saat yang ketiga kalinya, dia mulai mencari pekerjaan yang lain. Ketika orang tidak bisa membalas kemarahan secara terbuka, mereka melakukannya dengan serangan pasif, seperti: dengan membandel dan memperlambat kerja, dengan melakukan apa yang diperintahkan saja dan tidak memberi lebih, juga dengan tidak menyampaikan informasi yang krusial kepada sang bos atau atasanya langsung. Jika ini terjadi maka yang paling dirugikan adalah Perusahaan. Apapun upaya yang dilakukan oleh Perusahaan untuk menahan karyawan tersebut, bahkan dalam bentuk memberikan penghargaan kerja yang setinggi-tingginya tetap akan sia-sia. Belajar dari hasil penelitian tersebut di atas, bagi pelaku usaha skala UMKM, dimana kebanyakan atasan langsung karyawan adalah juga pemilik usaha, prinsip memimpin dengan hati sepertinya cocok untuk menghindari seringnya perpindahan karyawan dalam perusahaan kita. Usahakan kita melakukan komunikasi dengan karyawan sesering mungkin. Buka pintu kantor atau rumah kita selebar mungkin untuk mendengarkan usulan, masukan bahkan keluhan karyawab kita dan ajak mereka berbicara dari hati ke hati. Jangan perlakukan karyawan hanya sekedar sebagai factor produksi saja. Memang setiap permasalahan belum tentu dapat dipecahkan atau seriap usulan belum tentu dapat diterima dan di aplikasikan, akan tetapi minimal, jika kita mau berbicara secara baik-baik kepada mereka, perasaan dihargai dari seorang karyawan akan muncul. Dan imbasnya adalah menghilangkan perasaan ataupun pikiran yang tidak-tidak terhadap atasan. Melakukan komunikasi kepada karyawan dari hati ke hati juga dapat menghindarkan kita membuat keputusan untuk main pecat terhadap karyawan, jika karyawan tersebut performa-nya kurang memuaskan. Disamping Prinsip memimpin dengan hati ini, untuk mengelola karyawan kita dapat juga mengaplikasikan prinsip 4F yaitu fair, frank firm and friendly atau adil, terus terang, tegas namun tetap bersahabat, seperti dalam tulisan saya terdahulu. Prinsip kehati-hatian dalam mengelola karyawan sangat perlu untuk menunjang usaha kita. Ada beberapa keuntungan yang akan kita peroleh jika kita tepat dalam mengelola karyawan, yaitu: 1. Mengirit biaya pengembangan SDM. Karena jika sering terjadi pergantian karyawan maka kita harus mengeluarkan biaya lagi untuk pelatihan dan sebagianya untuk karyawab baru. 2. Waktu yang ada bisa digunakan untuk mengembangkan hal-hal lain di perusahaan, seperti inovasi produk dan perluasan pemasaran. 3. Meningkatkan citra perusahaan, sebagai perusahaan yang mempunyai team building yang kuat dan kondisi kerja yang kondusif. Jika anda sebagai pengusaha ataupun atasan yang membawahi banyak karyawan, sudah menerapkan jurus-jurus tersebut, akan tetapi masih juga sering terjadai arus keluar masuk yang tinggi, maka anda sebagai atasan ataupun komandan harus berani untuk koreksi diri anda sendiri. Bukankah kata Napoleon Bonaparte TIDAK ADA PRAJURIT YANG JELEK, YANG ADA DALAH JENDRAL YANG BODOH. Kira-kira kalo diterapkan di TDA untuk mengelola pengurus dan anggota bisa gak yha??? Au… ah.. gelap.

Tidak ada komentar: