Rabu, 09 Desember 2020

PHP Pemilihan Gubernur/Bupati/Walikota 2020

Tidak terasa proses pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati Dan Walikota/Wakil Walikota Tahun 2020 memasuki tahap akhir  biasanya setelah proses rekapitulasi selesai dilaksanakan oleh Kpu Kabupaten/Kota Atau Kpu Propinsi yang menyelenggarakan pemilihan, maka bagi pasangan calon yang tidak puas atas hasil pemilihan yang ditetapkan oleh KPU, dapat mengajukan gugatan tentang perselisihan hasil pemilihan ke mahkamah konstitusi…

nah ada hal yang berbeda terkait perselisihan hasil Pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati Dan Walikota/Wakil Walikota Tahun 2020 di Mahkamah Konstitusi.

 

Pada tahun-tahun sebelumnya, untuk mengajukan gugatan sengketa hasil Pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati Dan Walikota/Wakil Walikota Tahun 2020, Mahkamah Konstitusi mensyaratkan selisih suara maksimal 2% dari suara yang sah diantara pasangan calon sebagai salah satu legal standing yang harus dipenuhi oleh pemohon untuk mengajukan gugatan sengketa hasil pemilihan di MK.

 

Selisih suara tersebut mengacu kepada ketentuan Pasal 158 UU No.1/2015 jo. UU No.10/2016, dimana dalam pasal 158 tersebut ditentukan selisih suara dari mulai 0,5% - 2% tergantung jumlah penduduk wilayah yang melaksanakan pemilihan dan selisih tersebut dihitung dari jumlah suara yang sah.

 

Nah pada PHP tahun 2020 ini, MK menghapus syarat selisih suara maksimal 2% dari suara yang sah tersebut dari syarat legal standing untuk mengajukan gugatan. Hal tersebut dapat di baca dalam PMK No.6 Tahun 2020. Ini tentu menarik, dalam bayangan saya, Semua Materi Gugatan akan diperiksa terlebih dahulu substansinya, apakah Pemilihannya sudah berjalan sesuai aturan, bersih, perhitngan suara dan rekapitulasi suara sudah benar sesuai surat suara, penyelenggara pemilu sudah bersikap netral, pengawas pemilu sudah netral dan tidak berpihak atau ditemukan fakta sebaliknya??

 

Jadi sengketa Hasil Pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati Dan Walikota/Wakil Walikota Tahun 2020 mestinya akan lebih menarik, tidak ada permohonan yang akan gugur di tahap dismissal karena alasan ambang batas mask. 2% tersebut, kecuali memang terlambat dalam mendaftarkan gugatan yang maskimal 3 hari sejak penetapan perolehan suara oleh KPU Kab./Kota/Prop.

 

Semua pihak akan dipaksa untuk membuktikan dalil-dalilnya dalam persidangan pembuktian dan dalam hal terdapat hal-hal yang menarik perhatia hakim MK, amka dimungkinkan ada putusan sela tentang hal-hal tertentu, misalnya ada pilkada ulang, pemungutan suara ulang (PSU) di tempat tertentu atau perhitungan surat suara ulang (PSSU). 

 

Adapun Putusan yang diberikan diakhir proses persidangan dapat berupa :

1.          Permohonan dinyatakan tidak dapat diterima, apabila permohonan tidak terbukti/tidak beralasan menurut hukum dan tidak memenuhi syarat formil.

2.          Permohonan dinyatakan ditolak, apabila permohonan memenuhi syarat formil namun tidak terbukti/tidak beralasan menurut hukum.

3.          Permohonan dikabulkan seluruhnya atau sebagian apabila permohonan memenuhi syarat formil dan terbukti/beralasan menurut hukum seluruhnya atau sebagian.

 

Jadi kalah dalam proses pilkada belum berarti kalah menurut hukum, masih ada jalan menang melalui sengketa hasil di MK yang msh bisa ditempuh, sepanjang Pemohon bisa membuktikan ada hal-hal yang melanggar hukum atau merugikan pemohon sepanjang pelaksanaan Pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati Dan Walikota/Wakil Walikota Tahun 2020.




Tidak ada komentar: