“Haloo.. pak, usaha bapak terpilih menjadi salah
satu usaha yang mendapat fasilitas dari Kementrian untuk ikut Pameran Franchise
International di JCC”.
Tapi waktunya tinggal kurang dari seminggu.. Siap
khan??
Telphone dari Staff Kementrian tersebut di atas
laksana petir di siang bolong, juga laksana durian runtuh. Bagi pelaku usaha
kecil menengah, bisa ikut pameran
Franchise berkelas Internasional tentu menjadi berkah tersendiri. Apalagi tidak
pakai bayar, bisa ikut pameran sejajar dengan merek-merek Franchise besar dan
terkenal.
Singkat kata pemilik UKM langsung ngebut, bikin
spanduk, X Banner, brosur, alat-alat
untuk keperluan ikut pameran, system atau SOP BO (busineess opportunity), dan
alat-alat lain untuk keperluan pameran.
Selama pameran berlangsung, stand UKM tersebut rame dikunjungi. Karena
memang menyajikan kuliner yang unik dengan rasa yang mangtap. Selama pameran
berlangsung 3 hari tersebut, tidak kurang dari 300-an orang berkunjung ke stand
tersebut, menanyakan kemitraan yang ditawarkan sistemnya bagaimana serta tidak
lupa mencoba rasa kuliner yang ditawarkan.
Setelah pameran berakhir, mulai banyak telepon
yang masuk untuk follow up paket kemitraan. Dengan hanya membayar 10 juta untuk
1 paket kemitraan, mitra mendapat peralatan komplet dan mitra tinggal mencari
tempat jualan dan pegawai untuk ditraining, konsep tersebut ternyata tidak
memberatkan bagi calon-calon mitranya. Dalam kurun waktu tidak sampai setahun
tidak kurang 12 Mitra berhasil di dapatkan. Mulai dari Jakarta, Bekasi,
Kerawang, Bandung, Jogjakarta, Ciawi sampai Cibinong. Liputan-liputan koran dan
tabloid juga mulai banyak dan beberapa undangan untuk acara talkshow di radio
untuk memperkenalkan produknya juga mampir ke pemilik UKM tersebut.
Tapi apa yang kemudian terjadi?? Setahun setelah
itu, mitranya satu persatu rontok hingga tidak ada yang tersisa di tahun yang
ke tiga.
Kenapa?? Ada dua faktor yang menjadi penyebabnya.
Pertama dari sisi mitra, ada yang merasa kurang puas karena keuntungannya
sedikit, ada yang memang masih mencoba-coba usaha sehingga tidak serius di
jalankan dan ada juga yang berpikirnya kalo kita beli kemitraan itu, tinggal
beli, lalu buka maka untung akan datang sendiri tanpa harus dikelola dan
diawasi secara ketat, tokh sudah ada system dari pemberi kemitraan tersebut.
Kedua dari sisi pemilik usahanya, Sistemnya yang
ada belum jelas dan detail mengatur tentang standar usaha yang wajib dijalankan
oleh mitra, termasuk panduan tentang problem solving di lapangan. Belum ada
inovasi yang kuat atas produk, sehingga produknya tidak kuat bersaing di
pasaran.
Lalu apa hikmah dan pelajaran yang bisa dipetik
dari kejadian tersebut?
Jangan terburu untuk menaikkelaskan usaha kita
menjadi usaha yang bisa dimitrakan sebelum kita mempunyai sistem yang kuat.
Bahkan untuk buka cabang milik sendiri sekalipun,
kalo kita belum mempunyai sistem yang kuat kita harus hati-hati. Bisa jadi
cabang tersebut malah tidak akan terurus dan menjadi beban bagi usaha induknya.
Lebih parahnya lagi kalo kemudian menggerus usaha dan keuangan induknya, malah
tumbang semua.
Semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar