Mainan baru.... itu istilah yang
sering kali kita dengar di komunitas tercinta ini, untuk menyebut kata lain
dari punya usaha yang baru. Sering kali kita dengan gagah berani dan bangga
menyebutkannya jika punya mainan baru tersebut. Salah??? Tentu tidak. Karena punya
usaha baru baik jenis usahanya ataupun sekedar punya divisi baru atau cabang
baru dari usaha yang sudah kita punya, tentunya membanggakan. Karena bisa
menggambarkan keberhasilan usaha kita sebelumnya atau menggambarkan
perkembangan usaha yang sudah ada tersebut. Sehingga kita perlu diversifikasi
atau ekspansi atas usaha kita, dalam bentuk mainan baru.
Tapi kadang mainan baru justru
malah menghancurkan atau menghambat pertumbuhan bisnis kita yang sebenarnya
baru setengah mapan atau sedang tumbuh, yang karena ketidaksabaran kita
paksakan ditambahi dengan mainan baru tersebut.
Ini cerita tentang mainan baru
seorang teman yang ngajak saya ngobrol dan kebetulan persis yang pernah saya
alami sewaktu saya masih kuliah. Teman tersebut kesulitan cash flow usahanya.
Padahal saat saya tanya semua barang yang dia produksi laku dijual tanpa
menyisakan apapun, dijual dengan harga normal yang menguntungkan, malah order dia
berlimpah dan dia kekurangan kapasitas produksi. Saya berpikir, kalo semua
barang yang dia produksi terjual, seharusnya kekurangan cash flow tidak perlu
terjadi.
Dengan teori sederhana saja,
jika hasil penjualan dibagi dalam tiga kantong, maka akan kelihatan cash flownya
tidak akan terganggu. Misal produknya dijual dengan harga 10 ribu, maka yang 10
ribu itu kita bagi 3 yaitu kantong pertama berisi modal bahan baku misal 5
ribu, kantung kedua berisi ongkos produksi misal 2 ribu, kantung ketiga adalah
keuntungan 3 ribu, maka kelihatan cash flownya tumbuh. Dari semula Cuma punya
uang 7 ribu yaitu untuk bahan baku dan ongkos produksi (kantung 1 + kantung 2)
menjadi 10 ribu karena ada keuntungan 3 ribu. Tinggal kita kalikan saja, kalo
sebulan bisa menjual 1000 items barang, maka cash flownya tumbuh dari semula 7
juta menjadi 10 juta. Dengan tumbuh
seperti itu, harusnya bukan mustahil untuk punya ”mainan baru” misal dalam
bentuk meningkatkan kapasitas produksi 30% untuk mengejar order yang ada, atau
bikin varian produk baru dengan dana dari keuntungan yang ada
Lalu kenapa kawan yang satu ini
kesulitan? Saya iseng-iseng nembak, dengar-dengar punya mainan baru yha bro? Darimana
sumber dana mainan baru tersebut?? Walaupun malu-malu akhirnya kawan tersebut mengakui
kalo sumber dana mainan baru tersebut dari usahanya yang sedang tumbuh, karena
memang dia tidak punya sumber pengahsilan lain selain usaha yang sedang tumbuh
tersebut. Tapi itupun kecil, dia hanya ambil 10% dari keuntungan usahanya, untuk
modal mainan baru tersebut. Secara tidak
sadar, dalam membuka usaha baru, kita hanya menghitung modal yang kita setor atau
keluar di awal saja, misal saya kasih modal awal 100 juta, untuk sewa tempat
atau belanja peralatan usaha, dengan rincian untuk sewa tempat, setahun 36
juta, peralatan kantor misal 24 juta, Gaji Pegawai 6 bulan pertama misal 30 juta dana
cadangan 10 juta.
Tapi kita lupa untuk kemudian
menghitung uang/modal tambahan yang kita keluarkan saat usaha tersebut mulai
jalan. Banyak yang tidak kita sadari adanya pengeluaran-pengeluaran kecil tapi
sering yang kita malas untuk mencatatanya. Misal untuk belanja bahan baku, kita
pakai mobil, maka harus beli bensin, parkir
dan tol, karena pakai mobil kita pribadi, kita tidak melakukan
pencatatan secara langsung, sehingga akhirnya lupa tidak tercatat dan saya
yakin masih banyak lagi pengeluaran siluman macam ini, misal ada kebutuhan
dadakan dan biaya operasional lainnya, ditalangin dulu dari uang sendiri atau
uang lini usaha lain karena usaha baru
kita belum menghasilkan atau malah tidak menghasilkan apapun juga. Bagi yang
sudah pernah memulai usaha, saya yakin pasti mengalaminya, dari semula kita
anggarkan sekian juta, tapi ternyata setelah usaha mulai jalan dan dihitung-hitung
lagi ternyata membengkak 3 atau 4 kali lipatnya he.. he.. Ayo ngaku saja....
Itu yang terjadi dengan kawan
tersebut. Walaupun mainan barunya tidak sampai menyedot lebih dalam keuangan
usaha yang satunya, tapi saya yakin menghambat pertumbuhan usahanya. Bayangkan jika
dia tidak punya mainan baru, dia bisa meningkatkan kapasitas produksinya dari
keuntungan 30% yang sudah dia dapat. Minimal yang 20% untuk menaikan kapasitas
produksi dan yang 10% lainnya untuk dana cadangan. Dan kalo peningkatan
tersebut bisa konstan, dengan faktor kali jika setiap keuntungan hanya dipakai sebagian
untuk meningkatkan produksi, maka order yang sudah berlimpah smapai tak
terlayani tersebut pasti terkejar, dan akibatnya omset meningkat
Tapi apa daya, karena 10%-nya dipakai untuk mainan baru (saya
yakin lebih kalo mau cermat dihitung lagi, terutama untuk biaya siluman)
peningkatan kapasitas produksipun jalan ditempat dan hanya angan-angan saja. Akibatnya,
usahapun tidak dapat tumbuh secara cepat bahkan tidak tumbuh alias jalan
ditempat.
Anda mengalaminya?? Saya juga
pernah mengalaminya. Semoga bermanfaat.