Senin, 07 Desember 2009

HUUUUUUU................

Dalam sebuah essay-nya Muhammad Sobary bercerita tentang Sunan Kalijogo. Saat beliau sedang berjalan-jalan untuk berda'wah beliau melihat seekor ular sedang mengincar seekor katak, tiba-tiba ular tersebut menelan katak tersebut. Sebelum seluruh tubuh katak tersebut masuk ketubuh ular, Sunan Kalijogo berteriak "Huuuuu…" ular kaget dan kemudian secara spontan ular tersebut mengeluarkan katak tersebut dari mulutnya dan lari. Katak itupun merasa senang dan kemudian lari. Lalu ular tersebut mengadu kepada Nabi Sulaiman "kenapa Ia tidak boleh memakan katak tersebut, padahal sesuai kodrat alam, katak memang salah satu makanan baginya". Lalu Nabi Sulaiman menegur Sunan Kalijogo, mengapa Ia melarang ular tsb memakan katak. Sunan Kalijogo lalu berkata bahwa ular tersebut telah salah tanggap sasmito terhadap teriakkanya. Yang Ia maksud dengan Huuuuuuuuuu…… tersebut adalah "huuuuuuuntalen" (ditelan), bukan "huuuuuuuuncalno" (keluarkan) . Kondisi bangsa kita saat ini jika dicermati mempunyai kemiripan dengan cerita antara ular dan Sunan Kalijogo tersebut diatas. Banyak orang yang salah tanggap terhadap sesuatu keadaan ataupun niat orang lain. Sering orang mengkomentari atau menilai ucapan seseorang tanpa melihat substansi, tujuan ataupun apa yang menjadi dasar orang tersebut ngomong. Kita malas untuk melakukan cros cek terhadap laporan ataupun omongan yang masuk ke dalam alam pikiran kita. Apalagi jika omongan tersebut menyinggung tentang dirinya terutama jika menyangkut sesuatu yang jelek, yang dapat menghancurkan image atau pencitraan dirinya. Ia pasti langsung mencak-mencak tidak perduli omongan tersebut benar atau salah. Ironisnya penyakit ini banyak menghinggapi pemimpin bangsa kita, dari mulai yang tertinggi sampai yang dibawahnya. Padahal seorang pemimpin atau pejabat harusnya menjadi panutan bagi rakyat atau bawahannya. Setiap omonganya harus mencerminkan kematangan dan kualitas pribadi serta keilmuannya. Mampu mencerna mana yang perlu untuk diomongkan dan mana yang cukup disimpan agar tidak menimbulkan keresahan. Setiap omongan seorang pemimpin atau pejabat harus diiringi dengan fakta-fakta yang kuat, bukan cuma retorika memutar-mutar saja, yang ternyata di belakang hari tidak pernah dapat dibuktikannya. Seorang pemimpin harus dapat dan mau bersikap bijaksana. Setiap omongan tentang diri kita pasti ada manfaatnya. Kritikan misalnya akan bermanfaat untuk memperbaiki kekurangan kita ataupun kebodohan yang pernah kita lakukan. Pujian juga harus kita persepsikan sebagai tantangan bagi kita, untuk dapat membuktikan bahwa kita memang pantas untuk dipuji seperti itu. Omongan yang bersifat rumpian pun tidak perlu kita tanggapi secara serius, tapi cukup berguna, minimal membantu kita menilai seseorang itu seperti apa. Jika hal-hal tersebut kita abaikan maka dapat dipastikan kita akan terkena makian huuuuuuuuuuuuuuuuu…………… dari masyarakat banyak.

Tidak ada komentar: