Senin, 23 April 2012

MAINAN BARU


Mainan baru.... itu istilah yang sering kali kita dengar di komunitas tercinta ini, untuk menyebut kata lain dari punya usaha yang baru. Sering kali kita dengan gagah berani dan bangga menyebutkannya jika punya mainan baru tersebut. Salah??? Tentu tidak. Karena punya usaha baru baik jenis usahanya ataupun sekedar punya divisi baru atau cabang baru dari usaha yang sudah kita punya, tentunya membanggakan. Karena bisa menggambarkan keberhasilan usaha kita sebelumnya atau menggambarkan perkembangan usaha yang sudah ada tersebut. Sehingga kita perlu diversifikasi atau ekspansi atas usaha kita, dalam bentuk mainan baru.

Tapi kadang mainan baru justru malah menghancurkan atau menghambat pertumbuhan bisnis kita yang sebenarnya baru setengah mapan atau sedang tumbuh, yang karena ketidaksabaran kita paksakan ditambahi dengan mainan baru tersebut.

Ini cerita tentang mainan baru seorang teman yang ngajak saya ngobrol dan kebetulan persis yang pernah saya alami sewaktu saya masih kuliah. Teman tersebut kesulitan cash flow usahanya. Padahal saat saya tanya semua barang yang dia produksi laku dijual tanpa menyisakan apapun, dijual dengan harga normal yang menguntungkan, malah order dia berlimpah dan dia kekurangan kapasitas produksi. Saya berpikir, kalo semua barang yang dia produksi terjual, seharusnya kekurangan cash flow tidak perlu terjadi.

Dengan teori sederhana saja, jika hasil penjualan dibagi dalam tiga kantong, maka akan kelihatan cash flownya tidak akan terganggu. Misal produknya dijual dengan harga 10 ribu, maka yang 10 ribu itu kita bagi 3 yaitu kantong pertama berisi modal bahan baku misal 5 ribu, kantung kedua berisi ongkos produksi misal 2 ribu, kantung ketiga adalah keuntungan 3 ribu, maka kelihatan cash flownya tumbuh. Dari semula Cuma punya uang 7 ribu yaitu untuk bahan baku dan ongkos produksi (kantung 1 + kantung 2) menjadi 10 ribu karena ada keuntungan 3 ribu. Tinggal kita kalikan saja, kalo sebulan bisa menjual 1000 items barang, maka cash flownya tumbuh dari semula 7 juta menjadi 10 juta.  Dengan tumbuh seperti itu, harusnya bukan mustahil untuk punya ”mainan baru” misal dalam bentuk meningkatkan kapasitas produksi 30% untuk mengejar order yang ada, atau bikin varian produk baru dengan dana dari keuntungan yang ada

Lalu kenapa kawan yang satu ini kesulitan? Saya iseng-iseng nembak, dengar-dengar punya mainan baru yha bro? Darimana sumber dana mainan baru tersebut?? Walaupun malu-malu akhirnya kawan tersebut mengakui kalo sumber dana mainan baru tersebut dari usahanya yang sedang tumbuh, karena memang dia tidak punya sumber pengahsilan lain selain usaha yang sedang tumbuh tersebut. Tapi itupun kecil, dia hanya ambil 10% dari keuntungan usahanya, untuk modal mainan baru tersebut.  Secara tidak sadar, dalam membuka usaha baru, kita hanya menghitung modal yang kita setor atau keluar di awal saja, misal saya kasih modal awal 100 juta, untuk sewa tempat atau belanja peralatan usaha, dengan rincian untuk sewa tempat, setahun 36 juta, peralatan kantor misal 24 juta, Gaji  Pegawai 6 bulan pertama misal 30 juta dana cadangan 10 juta.

Tapi kita lupa untuk kemudian menghitung uang/modal tambahan yang kita keluarkan saat usaha tersebut mulai jalan. Banyak yang tidak kita sadari adanya pengeluaran-pengeluaran kecil tapi sering yang kita malas untuk mencatatanya. Misal untuk belanja bahan baku, kita pakai mobil, maka harus beli bensin, parkir  dan tol, karena pakai mobil kita pribadi, kita tidak melakukan pencatatan secara langsung, sehingga akhirnya lupa tidak tercatat dan saya yakin masih banyak lagi pengeluaran siluman macam ini, misal ada kebutuhan dadakan dan biaya operasional lainnya, ditalangin dulu dari uang sendiri atau uang lini usaha lain  karena usaha baru kita belum menghasilkan atau malah tidak menghasilkan apapun juga. Bagi yang sudah pernah memulai usaha, saya yakin pasti mengalaminya, dari semula kita anggarkan sekian juta, tapi ternyata setelah usaha mulai jalan dan dihitung-hitung lagi ternyata membengkak 3 atau 4 kali lipatnya he.. he.. Ayo ngaku saja....

Itu yang terjadi dengan kawan tersebut. Walaupun mainan barunya tidak sampai menyedot lebih dalam keuangan usaha yang satunya, tapi saya yakin menghambat pertumbuhan usahanya. Bayangkan jika dia tidak punya mainan baru, dia bisa meningkatkan kapasitas produksinya dari keuntungan 30% yang sudah dia dapat. Minimal yang 20% untuk menaikan kapasitas produksi dan yang 10% lainnya untuk dana cadangan. Dan kalo peningkatan tersebut bisa konstan, dengan faktor kali jika setiap keuntungan hanya dipakai sebagian untuk meningkatkan produksi, maka order yang sudah berlimpah smapai tak terlayani tersebut pasti terkejar, dan akibatnya omset meningkat

Tapi apa daya,  karena 10%-nya dipakai untuk mainan baru (saya yakin lebih kalo mau cermat dihitung lagi, terutama untuk biaya siluman) peningkatan kapasitas produksipun jalan ditempat dan hanya angan-angan saja. Akibatnya, usahapun tidak dapat tumbuh secara cepat bahkan tidak tumbuh alias jalan ditempat.

Anda mengalaminya?? Saya juga pernah mengalaminya. Semoga bermanfaat.

Senin, 02 April 2012

CERMIN


Beberapa hari ini, ada kawan yang selalu mengeluh omsetnya turun.  Akibatnya cash flownya terganggu, parahnya lagi gak bisa bayar ini, itu dan usahanya makin kacau. Dia tanya kenapa?? Kira-kira apa yang terjadi dengan usaha yang sedang dia jalani???

Setelah ngobrol ngalur-ngidul, senggol kanan, senggol kiri, saya hanya bisa memberikan satu kalimat “Kadang apa yang menimpa kita adalah cermin dari apa yang kita lakukan pada orang lain”. Apa maksudnya?? Sudan bukan rahasia lagi, kalo kita sedekah dalam bentuk apapaun, uang, pertolongan, kesempatan atau ilmu,  akibatnya kita bisa mendapat rizki minimal 10 kali lipat yang kita sedekahkan, ini janji Allah kepada kita. Bentuknya apa?? Bisa macam-macam, bisa omset kita naik, bisa jalan usaha kita atau jalan hidup kita di bidang lainnya dipermudah. Bisa juga dalam bentuk yang lain misalnya kita atau keluarga kita yang dalam kondisi sakit tiba-tiba diberi keringanan dari sakitnya. Ini juga cermin dari prinsip tersebut di atas. Yaitu kita sudah memberikan rizki atau kemudahan kepada orang dalam sedekah kita, maka Allah memberikan balasan dalam bentuk memberi rizki atau kemudahan kepada kita.

Sebaliknya, jika kita mempersulit atau membuat susah orang lain, maka pasti kita akan mendapat kesulitan. Kadang dalam menjalankan usaha, kita tidak sadar telah membuat orang lain susah dalam usahanya. Sebagai contoh, menunda pembayaran atau tidak memberikan pembayaran secara penuh kepada supplayer, kontraktor ataupun mitra kita. Padahal supllayer, kontraktor ataupun mitra kita telah melaksanakan kewajibannya kepada kita, sehingga meminta hak pembayaran. Karena mereka juga membutuhkan pembayaran tersebut untuk membayar  hak orang lain lagi, yaitu gaji karyawan mereka, membayar biaya-biaya lain misal listrik, maupun untuk cash flow yang lainnya. Jika kita menunda pembayarn terhadap mereka, artinya kita mempersulit  cash flow mereka, multipel efeknya adalah ikut menunda mereka membayar hak orang lain juga, maka jangan heran jika kemudian cash flow kita juga mengalami kesulitan.

Dalam Islam terdapat prinsip usaha yang sangat mulia “yaitu bayarlah karyawanmu sebelum kering keringatnya”. Dalam pandangan saya, kata karyawan disitu tidak harfiah karyawan usaha kita, tapi juga mitra, suplayer maupun kontraktor kita. Prinsip dari adagium tersebut adalah memberikan  hak orang lain sesuai  jumlah dan waktunya.  Jika menunda hak orang lain, atau membuat sulit orang lain, jangan heran  jika usaha kita juga mengalami kesulitan.

Jadi, berikanlah hak orang lain sesuai jumlah dan waktunya. Untuk apa menunda atau menahan hak orang lain.. kalo kita lakukan yakinlah keberkahan akan menjauh dari kita.